BAB 1 Pengertian Ilmu Kalam dan Masalahnya
A. Pengertian
Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905)
Ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat
yang wajib tetap bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya dan
tentang sifat-sifat yang sama sekali yang wajib ditiadakan (mustahil)
daripada-Nya. Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan
kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya, hal-hal yang jaiz
dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka dan hal-hal terlarang (mustahil)
menghubungkannya kepada diri mereka.
Menurut Ibnu Khaldun (1333-1406)
menerangkan Ilmu Tauhid ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman, dengan mempergunakan dalil-dalil pikiran dan
berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan
salaf dan ahli sunnah.
B. Beberapa Nama Lainnya
Ilmu Kalam kadang-kadang juga disebut:
1.
Ilmu Tauhid: Tauhid itu ialah bahwa Allah
SWT itu Esa dalam dzat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya yang
azali, tiada tara bandingan bagi-Nya dan Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya,
tidak ada sekutu bagi-Nya.
2.
Ilmu Ushuluddin: Ilmu Ushuluddin ialah ilmu
yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang
qath’I (Al-Qur’an dan Hadis Mutawatir, pen) dan dalil-dalil akal pikiran.
3.
Ilmu Akidah atau Aqo’id: Akidah Islamiyah
ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan
atas kebenarannya.
Ulasan: Menurut pemahaman saya, ilmu tauhid adalah ilmu yang mengajarkan bahwa
tiada Tuhan selain Allah, Tuhan itu Esa, dan karenanya manusia akan mencapai
derajat kesempurnaan apabila mereka telah memahaminya secara mendalam hingga
esensinya yang paling dalam. Orang yang telah memahami ilmu ini secara ‘rasa’,
berarti ia telah mencapai derajat/mahqomat ma’rifatullah dengan prinsip yang
satu (ke-universal-an). Dan jelas, hanya orang-orang yang dikehendakinya yang
bisa mencapai mahqomat tersebut, mereka yang menggunakan potensinya (akal dan
hatinya) secara maksimal dengan dituntun oleh-Nya. Amin.
BAB 2 Perpecahan Umat Islam Sesudah Wafatnya
Rasulullah SAW
BAB 3 Firqoh-firqoh dalam Ilmu Kalam
Firqoh
ialah perbedaan pendapat dalam soal-soal akidah (teologi) atau masalah-masalah
ushuliyah. Dalam Islam kita kenal adanya firqoh-firqoh Syi’ah, Khawarij,
Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah, dan Ahlus Sunnah. Dalam Kristen,
misalnya ada Khatolik dan Protestan. Firqoh bisa diartikan sekte/golongan.
A. Firqoh Syi’ah
Syi’ah berasal dari bahasa Arab, artinya
pengikut atau golongan. Kata jamaknya Syiya’un. Dari sini Syi’ah dimaksudkan
sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi
Thalib ra. adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi,
berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar
bin Khattab, dan Utsman bin Affan adalah penggasab (perampas) kedudukan
khalifah.
Pada masa pemerintahan Sayyidina Ali ini
timbul hal-hal yang mengecewakan masyarakat sehingga terpecah belah menjadi
beberapa golongan:
1. Golongan Syiah sendiri dan sebagian jumhur yang menyokong dan mengangkat
Ali sebagai khalifah.
2. Golongan yang menuntut kematian Utsman, dipelopori pleh Mu’awiyah bin
Abi Sufyan. Mu’awiyah tidak mau mengakui Ali sebagai khalifah karena diangkat
oleh kaum pemberontak dan menuduhnya sebagai orang yang terlibat dan harus
bertanggung jawab atas terbunuhnya khalifah Utsman.
3. Golongan yang dipimpin oleh Siti Aisyah ra. dan diikuti oleh Thalhah bin
Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, tidak mengakui Ali sebagai khalifah karena
baiatnya secara terpaksa. Thalhah dan Zubair memang membaiatnya secara
terpaksa, karena pedang terhunus di atas kepala mereka.
4. Golongan yang dipimpin oleh Abdullah bin Umar, didukung oleh antara lain
Muhammad bin Salamah, Utsman bin Zaid, Sa’ad bin Abi Waqas, Hasan bin Tsabit,
Abdullah bin Salam. Golongan ini bersikap pasif, tidak ikut mengangkat khalifah
Ali, tidak ikut menyalahkannya dalam peristiwa pembunuhan khalifah Utsman, dan
juga tidak mendukung Mu’awiyah yang menyatakan diri sebagai khalifah di Syiria.
Mereka ini tidak terlibat dalam masalah politik.
B. Firqoh Khawarij
Asal mula kaum khawarij adalah orang-orang
yang mendukung Sayyidina Ali. Akan tetapi, akhirnya mereka membencinya karena
dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, mau menerima tahkim yang sangat
mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci Mu’awiyah karena melawan
Sayyidina Ali khalifah yang sah. Mereka menuntut agar Sayyidina Ali mengakui
kesalahannya karena menerima tahkim. Bila Sayyidina Ali mau bertobat, mereka
mau bersedia lagi mendukungnya untuk menghadapi Mu’awiyah, dan sebaliknya bila
tidak, mereka menyatakan perang terhadapnya. Semboyan kaum khawarij adalah “Laa
hukmu illallah”, ‘tiada hukum, kecuali dari Allah’.
C. Firqoh Qadariyah
Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H/689 M,
dipimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Mereka menyatakan bahwa kalau
Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang berbuat salah dan member
pahala kepada yang berbuat baik. Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya
sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Manusia harus
merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya.
D. Firqoh Jabariyah
Muncul bersamaan dengan firqoh Qadariyah
sebagai reaksi daripadanya. Pemimpinnya adalah Jaham bin Sofwan. Pahamnya bahwa
manusia seperti wayang, tidak mempunyai daya ikhtiar, semua gerak manusia
dipaksa adanya kehendak Allah SWT.
E. Firqoh Murji’ah
Orang-orang Mur’jiah berpendapat bahwa
seorang Muslim boleh saja shalat di belakang seorang yang shaleh ataupun fasik,
sebab penilaian baik-buruk itu terserah Allah. Pemimpinnya adalah Hasan bin
Hilal al-Muzni, Abu Salat as-Samman, dan Tsauban Dliror bin Umar. Murji’ah
berasal dari kata ‘arja’ berarti memberikan harapan untuk mendapatkan
kemaafan. Mereka berkata bahwa perbuatan maksiat itu tidaklah merusakkan iman,
sebagaimana ketaatan tiada pula bermanfaat jika disertai oleh kekafiran.
Apabila seseorang meninggal dalam kepercayaan tauhid, maka dosa dan
kejahatannya tidak memberikan mudarat terhadapnya.
F. Firqoh Mu’tazilah
Mu’tazilah dari kata ‘i’tazala’
artinnya menyisihkan diri. Pendirinya adalah Wasil bin Atho’, diikuti temannya
yaitu Amr bin ‘Ubaid. Ajarannya, Tuhan itu Esa, tidak ada yang menyamainya;
keadilan berarti meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatannya;
janji Tuhan akan ancaman dan pahala pasti terjadi; ada golongan fasiq; mereka
sangat yakin akan kekuatan akal dan pikirannya.
G. Firqoh Ahlus Sunnah wal Jamaah
Berasal dari kata ahl (ahlun),
berarti golongan atau pengikut; Al-Sunnah, berarti tabiat, perilak,
jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah
SAW; wa, huruf ‘athf, berarti dan atau serta; Al-Jama’ah, berarti
jama’ah yakni jama’ah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya, perilaku atau jalan
hidup para sahabat. Substansi paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mengikuti
Sunnah Rasul dan tariqah sahabat (utamanya Sahabat Empat) dengan
berpegang teguh kepada petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Hadits). Dua ulama
besar Ahlus Sunnah, yaitu Imam Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
al-Maturidi al-Anshari, dan Imam Abul Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari.
H. Gerakan Salaf
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut
madzhab Hambali, muncul abad IV. Terjadi
persaingan dan konflik antara orang-orang Hanabillah dengan orang-orang
Asy’ariyah secara fisik, bahkan orang-orang Hanabillah memandang mereka sebagai
kafir.
I. Gerakan Wahabi
J. Syaikh Muhammad Abduh
K. Gerakan Ahmadiyah
Ulasan: Semakin banyak firqoh-firqoh dalam Islam, dalam umat manusia, dengan
prinsipnya masing-masing yang menimbulkan perbedaan-perbedaan yang beragam,
menciptakan keberagaman/warna kehidupan. Mereka yang senantiasa menggunakan
akal dan hatinya serta tidak meninggalkan esensi Al-Qur’an dan Hadits-lah yang
memiliki otentitas kebenaran dan akan mendapatkan taman surga. Adanya
keberagaman tersebut, seharusnya tidak menjadikan umat manusia di dunia
terpecah belah dalam permusuhan-permusuhan, sebab esensi Allah menciptakan dunia
ini adalah karena cinta yang mengajarkan kehidupan yang damai penuh suka cita
dan kebahagiaan semata. Sehingga, dapat dipastikan bahwa mereka yang cenderung
bersifat fanatik terhadap golongannya dan menganggap dirinya terbaik sedang
lainnya adalah mutlak buruk, salah, dan menyimpang; merekalah justru yang
tersesat dari jalan kebenaran. Sebaliknya, mereka yang mengagungkan cinta dan
kedamaian tidak dapat dipungkiri lagi merupakan golongan yang berada dalam kubu
kebenaran yang nyata, sesuai dengan jalan Ilahi.
Sumber Pustaka:
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam
(Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar